Skip navigation

Kebijakan Tentang Pengelolaan Hutan

Pengelolaan berarti ‘hak untuk mengatur pola pemakaian sendiri atau mengalihkan sumber daya’ (Agrawal dan Ostrom 2001: 489). Pengelolaan dipahami sebagai sekumpulan keputusan, penerapan, dan konsep yang melibatkan pembuat keputusan di luar pemanfaatan langsung sumber daya; jadi, perencanaan untuk pemanfaatan mendatang. Pengelolaan hutan tidak berurusan dengan produk atau jasa tertentu. Meskipun dalam peristilahan teknis administrasi hutan negara adalah ‘rencana pengelolaan hutan’ biasanya merujuk pada pengelolaan kayu bulat (pembalakan), pengelolaan pada hakikatnya dapat saja untuk perlindungan (termasuk perlindungan atau pemeliharaan tempat-tempat suci), reforestasi, hasil hutan nonkayu (termasuk pembayaran jasa lingkungan, pariwisata, karbon), kayu atau untuk beragam barang dan jasa pada waktu bersamaan; pengelolaan dapat saja mencakup bahan kebutuhan rumah tangga sehari-hari atau untuk dijual. Mengalihkan hutan untuk penggunaan lain juga merupakan keputusan pengelolaan.

Pengelolaan Hutan di Indonesia memiliki kebijakan yang berbeda-beda tiap jenis hutannya. Pengelolaan hutan lindung berbeda dengan pengelolaan hutan produksi, begitu juga yang lainnya. Sebelum kita masuk untuk mempelajari kebijakan pengelolaannya, teman-teman harus paham tentang jenis jenis hutan. Teman teman bisa memnbaca di UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Teman-teman bisa mendownload di link www.dephut.go.id.

Peraturan-peraturan tentang pengelolaan hutan produksi bisa teman teman baca di link https://silk.dephut.go.id/index.php/download/regulation

Konservasi dalam perspektif Undang-Undang Konservasi Nomor 5 Tahun 1990 dijabarkan dengan berbagai bentuk pengelolaan kawasan yang mencakup Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam dan Suaka Margasatwa), Cagar Biosfer dan Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam).

UU No. 41/1999 dan PP No. 34/2002 menyebutkan pula bahwa bentuk pemanfaatan hutan lindung terbatas pada pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dapat berupa budidaya tanaman obat, perlebahan, penangkaran. Sedangkan pemanfaatan jasa lingkungan adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi hutan lindung dengan tidak merusak lingkungan seperti ekowisata, wisata olah raga tantangan, pemanfaatan air, dan perdagangan karbon. Bentuk-bentuk pemanfaatan ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah, peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat sekitar hutan akan fungsi dan kelestarian hutan lindung.