Gender dan Tata Kelola Hutan
Pembahasan tentang tata kelola hutan di Indonesia, termasuk di dalamnya kajian tentang tenurial hutan, selama ini lebih banyak memusatkan perhatian pada proses kontestasi antara negara dan masyarakat, khususnya masyarakat adat dan masyarakat lokal lainnya. "Masyarakat" sering dilihat sebagai entitas homogen. Masih terdapat keterbatasan perhatian pada heterogenitas "masyarakat," di mana gender, kelas, etnis, agama, dan aspek sosial budaya lainnya memberikan kontribusi penting untuk pembentukan sub-kelompok di dalam "komunitas" serta ragam identitas para anggota masing-masing sub-kelompok tersebut, yang selanjutnya berpengaruh pada sistem tenurial hutan. Selain itu, aspek gender dan beragam bentuk ketidakadilan gender di dalam tenurial hutan dan tata kelola hutan, seperti yang dialami oleh banyak perempuan dari berbagai kelas sosial dan beragam latar belakang, belum menjadi aspek penting dalam penelitian maupun program kerja ornop dan beragam pihak lain (Siscawati dan Mahaningtyas 2012).
Terlepas dari terbatasnya perhatian pada aspek gender dalam tata kelola hutan, beberapa kajian menunjukkan bahwa perempuan adat dan perempuan komunitas lokal dari berbagai kelas sosial yang berbeda memiliki beragam bentuk relasi dengan lahan hutan dan sumber daya hutan. Perempuan adat dan perempuan komunitas lokal memainkan peran penting dalam mengelola lahan hutan dan sumber daya hutan. Seorang perempuan dapat memiliki berbagai akses ke petak-petak tanah yang berbeda, mulai dari tanahnya sendiri, tanah suaminya , tanah suami-isteri, tanah kerabatnya atau tanah tetangga, serta tanah-tanah pihak lainnya (termasuk yg dikuasai negara). Beragam identitas yang melekat pada seorang individu perempuan terkait latar belakang sosialnya akan mempengaruhi posisi nya dalam sistem tenurial hutan di tingkat rumah tangga, keluarga besar, klan, komunitas, hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Dalam memperoleh akses atas lahan hutan dan sumber daya hutan, perempuan adat dan perempuan komunitas lokal mendapatkan dan mempertahankan akses atas tanah dan sumber daya hutan dari para pihak yang memiliki kontrol melalui berbagai mekanisme, proses dan relasi sosial dengan berbagai pihak di berbagai tingkatan, mulai dari rumah tangga, keluarga besar, klan, komunitas, hingga negara.
Case Study
Masyarakat pinggir hutan khususnya perempuan tersebut memiliki tugas untuk mencari dan mengumpulkan kayu bakar serta rumput untuk makanan ternak yang biasanya mereka mengambil di dalam hutan. Karena adanya penjagaan yang sangat ketat, terpaksa mereka harus melakukannya pada sore menjelang malam hari secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari petugas hutan.
Akibat adanya konflik dan penjagaan tersebut otomatis jam kerja serta beban perempuan menjadi bertambah banyak
Bagaimana tanggapan anda dengan kondisi seperti ini? dan bagaimana menurut ada pengelolaan hutan yang benar kaitannya dengan peran gender. Diskusikan di Forum Diskusi